Berita Terkini Indonesia -- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengeluarkan pernyataan bernada ancaman terhadap Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada Selasa (17/6/2025). Pernyataan itu disampaikan di tengah meningkatnya konflik bersenjata antara Iran dan Israel—sekutu dekat AS.
Melalui akun Truth Social miliknya, Trump mengklaim mengetahui lokasi persembunyian Khamenei selama berlangsungnya perang Iran-Israel. Ia menyerukan agar pemimpin tertinggi Iran tersebut menyerah tanpa syarat.
“Kami tahu persis di mana ‘Pemimpin Tertinggi’ itu berada,” tulis Trump, dikutip dari Associated Press. “Dia adalah target yang mudah. Namun, untuk saat ini, kami tidak akan menghabisinya. Kami tidak ingin warga sipil atau tentara Amerika menjadi korban rudal. Kesabaran kami sudah hampir habis.”
Pernyataan ini muncul setelah Trump meminta sekitar 9,5 juta warga Teheran untuk segera mengungsi demi keselamatan. Ia juga mempersingkat kehadirannya dalam KTT G7 dan kembali ke Washington guna menggelar rapat darurat dengan tim keamanan nasionalnya.
Trump juga sempat menyebut bahwa AS kini menguasai penuh wilayah udara di atas Teheran. Meski demikian, pada awal eskalasi, ia menolak permintaan Israel untuk mengeliminasi Khamenei.
Dalam pernyataan terpisah, Trump mengungkapkan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Iran karena tidak mencapai kesepakatan damai. Ia menegaskan bahwa solusi akhir dari konflik ini harus berupa penghentian menyeluruh program nuklir Iran, sejalan dengan keinginan AS dan Israel.
Iran, di sisi lain, bersikeras bahwa program nuklirnya murni untuk tujuan damai. Laporan dari intelijen AS juga menyatakan bahwa Teheran tidak sedang aktif mengembangkan senjata nuklir.
“Mereka seharusnya menerima kesepakatan itu,” kata Trump kepada awak media dalam penerbangan di Air Force One. “Saya sudah memberi peringatan. Sekarang saya tidak terlalu tertarik lagi untuk bernegosiasi.”
Israel Incar Infrastruktur Nuklir Iran dengan Senjata AS
Sementara itu, Israel menyatakan bahwa mereka telah menghancurkan sistem pertahanan udara Iran, membuka jalan bagi serangan lebih luas ke berbagai target di negara tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan akan terus berlanjut hingga seluruh fasilitas nuklir dan proyek rudal balistik Iran dimusnahkan.
Beberapa fasilitas nuklir telah diserang, namun situs pengayaan uranium Fordo yang terletak jauh di bawah tanah belum dapat dihancurkan. Untuk menargetkannya, Israel diperkirakan memerlukan bom penghancur bunker GBU-57 Massive Ordnance Penetrator seberat 30.000 pon, yang hanya bisa diluncurkan menggunakan pesawat pengebom siluman B-2 milik AS—jenis senjata yang tidak dimiliki Israel.
Seorang pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Trump dan Netanyahu telah melakukan komunikasi telepon untuk membahas eskalasi yang sedang berlangsung. Pejabat tersebut berbicara secara anonim karena tidak berwenang memberi keterangan publik.
Di sisi lain, sistem pertahanan Israel mulai kewalahan menghadapi serangan balasan dari Iran. Beberapa rudal berhasil menghantam wilayah Tel Aviv dan Haifa, menimbulkan korban dan kerusakan signifikan.
Namun Netanyahu menegaskan bahwa serangan Iran tidak akan menghentikan operasi militer Israel. Ia bersumpah akan melanjutkan kampanye militer hingga ambisi nuklir Iran dihentikan dan rezim Khamenei—yang menurutnya mengancam stabilitas diplomatik Israel di kawasan—dijatuhkan.
“Kita akan menyaksikan wajah baru Timur Tengah,” ujar Netanyahu, seraya memperkirakan bahwa perang ini dapat membuka jalan bagi penguatan hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, serta memperluas Perjanjian Abraham.
“Negara-negara Arab mulai membuka diri terhadap kami,” tambahnya. “Saat ini, ancaman terbesar adalah Iran. Dan pilihannya jelas: kita atau mereka.”