BeritaTerkiniIndonesia - Gugatan mengenai aturan presidential threshold kembali mengemuka dan tengah menjadi perhatian publik. Kali ini, gugatan tersebut berada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK), dengan argumen yang dinilai berbeda dibandingkan gugatan-gugatan sebelumnya.
Presidential threshold adalah ambang batas pencalonan presiden yang mewajibkan partai politik atau koalisi memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Aturan ini, yang termaktub dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu, telah berkali-kali menjadi subjek kontroversi.
Dalam gugatan terbaru, para pemohon, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan politisi, menilai aturan tersebut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Mereka berpendapat bahwa presidential threshold menghalangi munculnya calon alternatif, mempersempit pilihan rakyat, serta melanggengkan dominasi partai-partai besar.
Salah satu argumen utama yang diangkat dalam gugatan kali ini adalah bahwa aturan tersebut bertentangan dengan hak konstitusional warga negara untuk dipilih dan memilih. Selain itu, pemohon juga menyoroti bahwa aturan ini tidak relevan lagi setelah Pemilu 2019, karena kursi yang dimiliki partai-partai di DPR telah berubah.
Di sisi lain, pendukung aturan presidential threshold berargumen bahwa aturan ini penting untuk memastikan stabilitas pemerintahan dan mencegah munculnya terlalu banyak calon yang bisa memecah suara pemilih.
MK dijadwalkan menggelar sidang perdana untuk mendengar argumen para pemohon dan pihak terkait. Jika gugatan ini diterima, hal tersebut berpotensi mengubah peta politik nasional menjelang Pemilu 2024.
Ketua MK menegaskan bahwa pihaknya akan memproses gugatan ini secara objektif dan independen. "Kami akan mempertimbangkan semua argumen dengan cermat, sesuai dengan amanat konstitusi," ujarnya.
Perdebatan mengenai presidential threshold memang selalu menjadi isu hangat dalam setiap siklus pemilu. Apapun hasilnya, keputusan MK akan menjadi penentu penting bagi masa depan demokrasi Indonesia.