oleh: Prof. Admi Syarif, PhD
Berita Terkini Indonesia -- Kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung mengenai target KPI yang mengharuskan 50% siswa SMA melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi (PT) telah memicu reaksi dari berbagai pihak. Kebijakan ini, yang dilontarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, menyatakan bahwa kepala sekolah yang tidak mencapai angka KPI tersebut akan diberhentikan. “Mohon maaf, siap-siap kami copot jika tidak mencapai target. Jadi, harus benar-benar kita gas,” tegas Kepala Dinas dalam keterangannya.
Kebijakan ini muncul setelah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hanya 22,19% siswa SMA di Provinsi Lampung yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Angka ini menempatkan Lampung pada posisi yang memprihatinkan dalam hal partisipasi pendidikan tinggi. Tentu saja, hal ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah kebijakan pencopotan kepala sekolah yang tidak mencapai KPI ini adalah kebijakan terbaik?
Pada dasarnya, kita semua sepakat bahwa fokus pemerintah adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu kita dukung. Saya kelihat Kepala Dinas kita kali ini memang sering membuat kebijakan luar biasa alias out of the box, seperti halnya, kebijakan peningkatan literasi menulis siswa dengan kewajiban menulis satu halaman per hari adalah langkah yang patut diapresiasi. Namun, dalam kontek kebijakan peningkatan persentase siswa SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi, diperlukan analisis yang lebih mendalam agar kebijakan ini tepat sasaran, terutama terkait angkanya.
Penyebab Siswa Tidak Melanjutkan Kuliah
Pertama-tama, kita perlu mengidentifikasi penyebab utama mengapa banyak siswa tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Salah satu faktor yang mungkin berperan adalah masalah ekonomi. Banyak siswa yang merasa terbebani oleh biaya pendidikan, seperti Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ditetapkan oleh perguruan tinggi. Jika ini menjadi penyebab utama, maka kebijakan beasiswa daerah atau bantuan studi lainnya seperti bantuan asrama atau biaya kos bisa menjadi solusi. Pemerintah juga dapat melakukan komunikasi dengan perguruan tinggi untuk mempertimbangkan penyesuaian biaya UKT, agar pendidikan lebih terjangkau bagi siswa yang kurang mampu.
Kajian Mendalam dalam Penetapan KPI
Kedua, penetapan angka KPI yang sama untuk seluruh sekolah (50%) juga perlu dipertimbangkan dengan lebih cermat. Kita harus menyadari bahwa input kemampuan akademik siswa setiap sekolah berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kualitas pendidikan di SD dan SMP yang menjadi input awal bagi para siswa. Oleh karena itu, penetapan KPI yang sama untuk seluruh sekolah di Lampung bisa dianggap tidak realistis. Sebaiknya, kebijakan KPI ini lebih disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah, misalnya dengan target yang proporsional, mengingat perbedaan tingkat kesulitan dan kualitas pendidikan di tiap sekolah.
Kurikulum dan Materi Pembelajaran
Selain itu, materi pembelajaran yang diajarkan di sekolah juga perlu mendapatkan perhatian lebih. Faktanya, banyak siswa yang lulus Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dan berhasil masuk perguruan tinggi adalah mereka yang mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kurikulum yang diajarkan di sekolah dengan materi yang diujikan pada UTBK. Oleh karena itu, perlu ada kajian lebih dalam mengenai kesesuaian kurikulum dengan materi ujian, serta upaya agar semua siswa memiliki kesempatan yang setara dalam mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.
Akhirnya, dalam konteks ini, kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Kebijakan pencopotan kepala sekolah yang tidak mencapai angka KPI (50%) mungkin perlu ditinjau, karena ada banyak faktor yang mempengaruhi angka kelulusan dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, kebijakan yang lebih inklusif, berbasis analisis yang mendalam, dan mempertimbangkan perbedaan kondisi antar sekolah mungkin akan lebih efektif dalam mencapai tujuan meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi di Provinsi Lampung.